KHALIFAH HARUN AR-RASYID: MASA KEEMASAN ABBASIYAH
Sesaat setelah wafatnya Khalifah keempat Abbasiyah, Musa al-Hadi,
maka adiknya yang bernama Harun, yang berusia 22 tahun, dibaiat sebagai
khalifah. Inilah Khalifah Abbasiyah yang paling terkenal sepanjang masa. Pada
periode kepemimpinannya, Dinasti Abbasiyah disebut-sebut meraih puncak
kejayaannya. Simak yuk kisah Khalifah Harun ar-Rasyid di bawah ini.
Ada beberapa hal yang langsung dilakukan Harun, yang gelarnya
“Ar-Rasyid” mengingatkan kita pada istilah Khulafa ar-Rasyidin, sesaat setelah
menjadi Khalifah.
Pertama, dia meminta mentornya, Yahya bin Khalid, dibebaskan dari
penjara. Yahya bin Khalid beberapa kali menghalangi khalifah sebelumnya, Musa
al-Hadi, menggeser Harun dari jalur suksesi. Musa menginginkan anaknya sendiri,
Ja’far, yang menggantikannya nanti. Yahya mengingatkan Khalifah Musa untuk
memegang teguh wasiat ayah Musa dan Harun, yaitu Khalifah al-Mahdi. Musa murka
dan memenjarakan Yahya.
Khalifah Harun bukan hanya membebaskan Yahya, tapi juga
menjadikannya sebagai Perdana Menteri. Keluarga Yahya dari Barmakid, Persia,
menjadi sangat berkuasa dalam pemerintahan Harun ar-Rasyid sampai kelak dicopot
oleh Harun, seperti disinggung di bawah.
Kedua, Harun ar-Rasyid bergegas menduduki kursi singgasana Musa,
dan sujud kepada Allah di atas karpet Armenia milik Musa. Ini bukan saja simbol
pengambil-alihan kekuasaan, tapi juga simbol ketaatan kepada Sang Maha Kuasa.
Ketiga, Harun menitahkan untuk mencari Abu Ishmah dan dia tidak
akan memasuki Bahgdad dan salat zuhur di masjid, kecuali di sampingnya ada
kepala Abu Ishmah yang sudah dipenggal. Darah pun tumpah di awal
kekhilafahannya. Ini adalah simbol kekuatan militer yang dimiliki sang khalifah
baru.
Kenapa Abu Ishmah yang dijaidkan korban pertama?
Menurut Imam Thabari, dulu Harun, Abu Ishmah, dan Ja’far (putra
Musa) pernah berkuda bersama. Saat hendak melewati sungai, kabarnya Abu Ishmah,
sang jenderal, lebih mengutamakan Ja’far bin Musa melewati sungai dan
memerintahkan Harun diam di tempat sampai “penerus takhta menyeberangi sungai”.
Harun kecewa karena saat itu dia masih sebagai waliyul ‘ahdi
(penerus tahta), dan Abu Ishmah terang-terangan mendukung Khalifah Musa
mengangkat Ja’far. Maka, Harun pun meminta kepala Abu Ishmah setelah dia
menjadi Khalifah agar tidak ada yang berani menentang pengangkatannya.
Bagaimana dengan Ja’far bin Musa? Di masa ayahnya, Musa, masih
menjabat Khalifah, kepala kepolisian Abdullah bin Malik al-Khuza’i telanjur
memberikan baiat-nya kepada Ja’far. Maka, di malam Harun menerima baiat, kamar
Ja’far didatangi oleh Huzaymah bin Khazim at-Tamimi yang membawa lima ribu
pasukan, berjaga-jaga kalau kepala kepolisian melindungi Ja’far.
Huzaymah mengancam kalau Ja’far tidak membaiat Harun, maka kepala
Ja’far akan dipenggal saat itu juga. Ja’far tidak punya pilihan lain. Dia
setuju membaiat pamannya, Harun. Begitulah urusan baiat-membaiat ini bisa
membuat kepala terpisah dari tubuh.
Bagaimana dengan Kepala Kepolisian Abdullah bin Malik al-Khuza’i
yang sudah telanjur mendukung Ja’far? Keluarlah fatwa bahwa dia bisa menghapus
baiat yang sudah telanjur itu dengan cara berjalan kaki dari Baghdad ke Ka’bah
memohon ampun. Abdullah bin Malik tidak punya pilihan, selain melaksanakan
penebusan baiat yang telanjur keliru ini. Kepalanya selamat dari tajamnya
pedang, meski kakinya dipastikan melepuh berjalan sejauh itu.
Perdana Mentari (wazir) Yahya Barmakid adalah seorang yang
mencintai ilmu. Dia memberikan pengaruh positif kepada Khalifah Harun
ar-Rasyid. Imam Suyuthi mengabarkan betapa Harun juga mencintai para ulama,
gemar bersedekah, dan taat beribadah. Dikabarkan dia salat sunnah seratus
rakaat setiap hari. Orangnya tinggi dan kulitnya putih. Rajin membaca shalawat
setiap mendengar nama Rasulullah disebutkan.
Harun membangun perpustakaan yang kemudian dikenal dengan nama
Baytul Hikmah, dan kelak dilanjutkan oleh anaknya, Al-Ma’mun. Baytul Hikmah
menjadi cikal bakal kegemilangan dunia ilmu pengetahuan dalam sejarah Islam.
Naskah dari Yunani, Cina, Sanskrit, Persia, dan Aramaik diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab. Pakar Islam, Yahudi, Nasrani bahkan Budha pun berdatangan dan
mengkaji ilmu pengetahuan dan berdiskusi di Baytul Hikmah.
Cukuplah kita katakan Baytul Hikmah inilah cikal bakal keemasan
masa Dinasti Abbasiyah. Lewat Baytul Hikmah, terjadi institusionalisasi
perintah pertama Allah: Iqra’! Kita akan jelaskan lebih lanjut saat membahas
Khalifah al-Ma’mun.
Diceritakan sebelumnya, bagaimana Khayzuran, ibu khalifah, konflik
dengan anaknya sendiri, yaitu Musa al-Hadi (baca: Khalifah Musa: Perselisihan
Tragis Anak dan Ibu) Saat Harun menjadi Khalifah, sang ibu tetap mendominasi
dan Harun membiarkannya. Jadi, dua tokoh yang sangat berkuasa di masa awal
kekhilafahan Harun adalah ibunya sendiri, Khayzuran, dan Perdana Menteri Yahya
Barmakid. Para pejabat juga banyak diangkat dari Persia, dan orang Arab banyak
yang tersingkir. Khayzuran wafat pada tahun ketiga dari berkuasanya Harun (790
Masehi).
Yahya Barmakid dan anaknya, Ja’far, melayani Harun ar-Rasyid
sekitar 17 tahun. Tapi kemudian Harun mulai tidak suka dengan semakin
berkuasanya Yahya, sehingga dia mencopotnya dari jabatan Perdana Menteri.
Bahkan Harun memerintahkan untuk membunuh Ja’far, anak Yahya, karena dugaan
affair dengan saudari perempuan Harun, yaitu Abbasah. Sejak itu pamor keluarga
Barmakid mulai meredup.
Pada masa Harun ini pulalah seni berkembang baik, termasuk
pembacaan puisi dan nyanyian. Bahkan kisah “Seribu Satu Malam” diceritakan
dalam setting masa Harun ar-Rasyid. Ini pula yang menyebabkan nama Khalifah
Harun sangat terkenal dalam dunia sastra—bahkan di Barat sekalipun.
Harun ar-Rasyid juga bersahabat akrab dengan Abu Yusuf, ulama besar
murid Imam Abu Hanifah. Kalau sebelumnya Abu Hanifah menolak diangkat sebagai
Hakim oleh Khalifah al-Manshur, maka Harun berhasil membujuk Abu Yusuf menjadi
Ketua Mahkamah Agung. Mazhab Hanafi berkembang luas lewat posisi resmi Abu
Yusuf di pemerintahan ini.
Imam Suyuthi, yang berasal dari tradisi mazhab Syafi’i, banyak
mengisahkan bagaimana Abu Yusuf seringkali mengeluarkan keputusan yang
mendukung kebijakan Khalifah Harun ar-Rasyid yang keliru. Misalnya, dikisahkan
bahwa Harun jauh cinta pada seorang budak perempuan. Namun budak tersebut
mengatakan bahwa Harun tidak bisa menikmatinya karena budak tersebut pernah
digauli oleh Khalifah al-Mahdi, ayah Harun. Jadi “bekas” milik ayah tidak boleh
dimiliki anak.
Harun meminta fatwa kepada Abu Yusuf yang kemudian menjawab, “klaim
budak tersebut bahwa dia pernah digauli ayahmu tidak dapat dipercaya.” Dalam
fiqh memang masalah kesaksian satu orang budak perempuan apakah bisa diterima
atau tidak telah menjadi perdebatan. Jadi, Abu Yusuf sebenarnya sah saja
berfatwa demikian, tapi kedekatannya dengan Khalifah Harun membuat para ulama
mazhab yang lain mempertanyakan validitas fatwanya.
Kitab Tarikh Thabari mencatat bahwa peperangan juga terjadi pada
masa Harun. Salah satu yang terbesar adalah pertempuran Krasos, yaitu dengan
pasukan Byzantium pada tahun 804 Masehi. Imam Thabari mengabarkan bahwa
Byzantium kalah dari Harun ar-Rasyid dengan kehilangan lebih dari 40 ribu
pasukan.
Harun berkuasa sekitar 23 tahun. Menjadi Khalifah saat berusia
cukup muda, yaitu 22 tahun, dan wafat dalam usia yang juga masih muda, yaitu 45
tahun. Saat dia wafat negara dalam keadaan makmur dengan memiliki kekayaan 900
juta dirham. Sebelum wafat, Harun mengajak kedua anaknya, al-Amin dan
al-Ma’mun, pergi haji. Dan kemudian menuliskan wasiatnya yang disimpan di
dinding Ka’bah bahwa al-Amin akan menggantikan Harun, dan setelah al-Amin
wafat, maka al-Ma’mun yang berkuasa.
Khalifah Harun ar-Rasyid juga berpesan agar kedua saudara yang
berbeda ibu ini tetap menjaga kekompakan dan hubungan baik sepeninggalnya.
Namun, sejarah berkata lain, meskipun wasiat dan kesepakatan itu diletakkan di
Ka’bah sekalipun. Nafsu duniawi kekuasaan mengalahkan segalanya. Kita simak
kisah berikutnya Jum’at depan insya Allah.
( Sumber : https://geotimes.co.id/kolom/politik/khalifah-harun-ar-rasyid-masa-keemasan-abbasiyah/)
: Jumat, 10 November 2017