Sejarah asal usul Bumiayu , silakan klik tautan ini ASAL- USUL BUMIAYU
-
Gedung NU
Pembangunan Gedung NU Ranting Kalilangkap direalisasikan.
-
MUSRAN NU Kalilangkap 2018
Musyawarah Ranting ( Musran ) Nahdlatul Ulama Desa Kalilangkap untuk kepengurusan ranting NU masa khidmat 2018-2023 telah laksanakan hari ini Rabu tanggal 27 syawal 1439 H / 11 Juli 2018 H. bertempat di Gedung Lantai 2 SMP Ma’arif NU 01 Bumiayu.
-
BINTEK KARTANU
Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Brebes mengadakan Bintek dan melaunching Sistem Informasi Strategis Nahdlatu Ulama (Sisnu) sekaligus Kartu Anggota Nahdlatul Ulama (KARTANU) wilayah Brebes Selatan.
-
Kajian Rutin Malam Kamis
Kegiatan kajian rutin kitab kuning, kitab Riyadusholihin pengurus ranting NU Kalilangkap
-
Slide5
Maulid Nabi 2017
-
Slide6
Pengurus Muslimat dan fatayat NU Kalilangkap
-
Slide 7
Khitanan Massal ranting NU Kalilangkap 2017
-
Slide 8
Pembangunan Gedung NU ranting NU Kalilangkap
-
Slide 9
Maulid Nabi tahun 2019
-
Slide 10
Peletakan batu pertama pembangunan gedung NU
-
Maulid Nabi Muhammad Saw dan Khitanan Massal 2015
Pengajian Maulid nabi Muhammad SAW dan Khitanan Massal pada hari kamis 25 Desember 2015, oleh Ranting NU, Muslimat NU, Fatayat NUdan GP Ansor berlangsung di KAR Legok.
Assalamualaikum Wr.Wb.
30 November 2013
03 October 2013
4 REKOMENDASI MUNAS NU 2013
Upaya-upaya penanggulangan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat ini belum berjalan dengan baik, karena aparatur yang bertugas untuk itu yaitu kepolisian dan kejaksaan, tidak menunjukkan keseriusan. Ketidakseriusan ini hanya dapat diatasi oleh lembaga yang berada di atas keduanya, yaitu Presiden. Presiden juga harus bertindak tegas terhadap aparat pemerintahan di bawahnya yang terlibat korupsi.
B. Persoalan Pajak
Bahwa bagi umat Islam, pungutan yang wajib dibayar berdasarkan perintah langsung dari Al-Quran dan Hadits secara eksplisit adalah zakat. Sedangkan kewajiban membayar pajak hanya berdasarkan perintah yang tidak langsung (implicit) dalam konteks mematuhi penguasa (ulil ‘amri),Penguasa di dalam membelanjakan uang Negara yang diperoleh dari pajak berdasarkan kaidah fikih “tasharruful imam ‘alai ro’iyyah manuutun bil mashlahah al-raiyyah”, mesti mengacu pada tujuan kesejahteraan dan kemanusiaan warga Negara (terutama kaum fakir miskin).
Ketika ternyata bahwa uang negara yang berasal dari pajak tidak dikelola dengan baik atau tidak dibelanjakan sebagaimana mestinya bahkan terbukti banyak dikorupsi, maka muncul pertanyaan: apakah kewajiban membayar pajak oleh warga negara itu masih punya landasan hukum keagamaan yang kuat? Artinya masihkah menjadi wajib membayar pajak tersebut?
Rekomendasi :
Akhir-akhir ini dengan alasan kebebasan berekspresi, muncul beberapa karya dalam media massa yang dirasakan melecehkan dan menodai simbol-simbol agama Islam. Sebagai reaksi terhadap hal itu, banyak dilakukan tindakan yang tidak terkendali dan merusak. Misalnya film The Innocence of Muslims, kartun Nabi Muhammad, dan novel The Satanic Verses. Hal semacam juga terjadi terhadap agama lain.
D. Pendidikan : Nilai-nilai Kepesentrenan dalam Kurikulum Pendidikan Karakter
17 September 2013
KONFERENSI RANTING MUSLIMAT NU KALILANGKAP
08 September 2013
JADWAL RUTIN PENGAJIAN/KAJIAN KITAB
06 September 2013
NU: MENJELANG 2014
Posisi NU sebagai lembaga selalu menarik dijadikan ‘kuda troya’ kesuksesan seseorang dalam meraih jabatan politik. NU selalu dijadikan tunggangan oleh pribadi-pribadi yang berasal dari partai politik apapun.
Hal tersebut disampaikan Wakil Walikota Habib Ali Zaenal Abidin yang juga Mutasyar PCNU Kota Tegal saat memberikan sambutan acara pengajian halal bihalal dan jelang seabad NU, di halaman SMA NU Kota Tegal, Kamis malam (5/9).
Habib Ali menyayangkan tokoh-tokoh muda NU yang menggelar pengajian NU tetapi tidak murni pengajian karena diboncengi kekuatan politik tertentu. “Jangan sampai pengajian NU keluar dari koridornya dengan diboncengi politik, ” kata Habib Ali dengan nada keras.
Ketua PCNU Kota Tegal Dr Abdal Hakim Tohari menandaskan, bahwa NU itu menganut paham politik kebangsaan. NU ada di mana-mana dan tidak ke mana-mana.
Menyosong se abad NU, lanjutnya, tradisi dan amaliyah NU harus terus disosialisasikan kepada generasi muda. Sebab banyak yang kurang paham seperti halal bihalal, manakib, barzanji, mitoni dan lain-lain. “Kita harus pertahankan dengan mensosialisasikan dan pengamalan yang terus menerus kepada generasi muda,” tuturnya.
PCNU Kota Tegal, kata Abdal, merasa sangat gelisah terhadap generasi muda sekarang yang banyak meninggalkan amaliyah NU. Seperti halal bihalal, meski jaman sudah modern tetapi tidak bisa digantikan dengan fasilitah handphone. HP tidak cukup mewakili karena yang meminta dan yang dimintai maaf tidak sesuai dengan keadaan hati yang sesungguhnya. “Sangat kering, untuk melihat keikhlasannya,” kata Abdal yang juga direktur RSUD Kardinah Brebes. (Wasdiun/Amin)
30 August 2013
ADA APA DENGAN WAHABI
18 August 2013
ISTILAH "KITAB KUNING"
Istilah kitab kuning bertujuan untuk memudahkan orang dalam menyebut. Sebutan “kitab kuning” ini adalah ciri khas Indonesia. Ada juga yang menyebutnya, “kitab gundul”. Ini karena disandarkan pada kata per kata dalam kitab yang tidak berharakat, bahkan tidak ada tanda baca dan maknanya sama sekali. Tidak seperti layaknya kitab-kitab sekarang yang sudah banyak diberi makna dan harakat sampai catatan pinggirnya.
Istilah “kitab kuno” juga sebutan lain untuk kitab kuning. Sebutan ini mengemuka karena rentangan waktu yang begitu jauh sejak kemunculannya dibanding sekarang. Karena saking kunonya, model kitab dan gaya penulisannya kini jarang lagi digunakan kecuali di pesantren yang masih kental dengan nilai-nilai kesalafan seperti pondok Lirboyo, Sarang dan Ploso.
Untuk lebih detail lagi, kitab kuning dapat didefinisikan dengan tiga pengertian: Pertama, kitab yang ditulis oleh ulama-ulama asing, tetapi secara turun-temurun menjadi referensi yang dipedomani oleh para ulama Indonesia. Kedua, ditulis oleh ulama Indonesia sebagai karya tulis yang independen. Dan ketiga, ditulis ulama Indonesia sebagai komentar atau terjemahan atas kitab karya ulama asing. Dalam tradisi intelektual Islam, khususnya di Timur Tengah, dikenal dua istilah untuk menyebut kategori karya-karya ilmiah berdasarkan kurun atau format penulisannya (Rifqi, 2012).
Kategori pertama disebut kitab-kitab klasik (al-kutub al-qadimah), sedangkan kategori kedua disebut kitab-kitab Modern (al-kutub al-‘ashriyah). Perbedaan yang pertama dari yang kedua dicirikan, antara lain, oleh cara penulisannya yang tidak mengenal pemberhentian, tanda baca(punctuation), dan kesan bahasanya yang berat, klasik, dan tanpa syakl (harakat). Apa yang disebut kitab kuning pada dasarnya mengacu pada kategori yang pertama, yakni kitab-kitab klasik (al-kutub al-qadimah).
13 August 2013
TENTANG ASSET NU
Tidak terhitung berapa aset yang awalnya diberikan atas nama Nahdlatul Ulama (NU) akhirnya berujung sengketa. Sekolah, masjid dan mushalla, rumah sakit, serta fasilitas umat yang lain akhirnya berpindah kepemilikan.
Padahal saat awal pendirian, dengan sangat ikhlash sejumlah aset itu diperuntukkan bagi kegiatan umat dan organisasi. Namun seiring berjalannya waktu, sejumlah aset akhirnya dikuasai perseorangan.
Keprihatinan ini disampaikan Saiful Munir kepada NU Online, Sabtu (10/8). Ketua Pengurus Wilayah Lembaga Wakaf dan Pertanahan PWNU Jawa Timur periode lalu ini tidak sedikit harus turun gunung menyelesaikan sengketa kepemilikan. “Ada yang berhasil diselamatkan, namun tidak sedikit yang akhirnya harus diikhlaskan untuk berpindah kepemilikan,” katanya.
Karena itu, hal mendesak yang harus dilakukan adalah mengatasnamakan seluruh aset yang ada dengan berbadah hukum NU. “Ini akan lebih memberikan kepastian ketika terjadi hal yang tidak diinginkan di belakang hari,” terangnya.
Beberapa langkah nyata telah dilakukan saat ia menjabat sebagai Ketua PW Lembaga Wakaf dan Pertanahan NU Jawa Timur. “Beberapa waktu lalu kami telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur,” kata Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia Jawa Timur ini.
Dengan MoU atau Memorandum of Understanding ini, sejumlah Kepala BTN di tingkat Kota dan Kabupaten se Jawa Timur bisa memproses sertivikat aset dengan lebih cepat dan murah. “Ini kesempatan langka dan harus ditindaklanjuti,” katanya.
Sejumlah kota dan kabupaten di Jawa Timur telah meneruskan hal ini. “Gresik, Mojokerto, Banyuwangi sudah beres,” katanya. “Dan sejumlah kota lain akan segera menyusul,” lanjutnya.
Hanya saja ikhtiar ini belum menjadi kebulatan tekad khususnya di kepengurusan NU level yang lebih tinggi. “Kita berharap PBNU dapat mengawali dengan memberikan contoh bagaimana sebuah lembaga, tempat ibadah atau kantor serta aset NU yang diatasnamakan jam’iyah ini,” harapnya.
Karena dalam pandangannya, keengganan beberapa lembaga, unit usaha serta layanan masyarakat yang telah eksis masih menerka-nerka dan adanya kekhawatiran justru akan menjadi petaka di kemudian hari.
Sejumlah kampus atau rumah sakit sudah bernama NU, namun masih berada dibawah yayasan tertentu. “Mengapa tidak diatasnamakan NU?” katanya balik bertanya.
“Kita bisa belajar dari banyak organisasi lain yang telah berhasil melakukan sertifikasi beberapa aset yang dimiliki sehingga hasil dari jenis usaha yang ada bisa dioptimalkan untuk kemajuan organisasinya,” tandas Ketua Bidang Perwakafan Dewan Masjid Indonesia Jawa Timur ini.
Baginya, ada banyak manfaat yang akan diraih dari penyeragaman sertifikasi tersebut. “Yang paling penting adalah seluruh aset tersebut bisa termonitor secara lebih optimal,” katanya. “Demikian pula yang tidak kalah berharga adalah bisa menyelamatan aset organiasai,” pungkasnya.
Selasa, 13/08/2013 10:4,nu.or.id
Redaktur : A. Khoirul Anam
Kontributor: Syaifullah
04 August 2013
FOTO PEMASANGAN PAPAN NAMA NU
TENTANG RUKYATUL HILAL
Jumhurul madzahib (mayoritas imam madzhab selain madzhab Syafi'iyyah) berpendapat bahwa pemerintah sebagai ulil amri diperbolehkan menjadikan ru'yatul hilal sebagai dasar penetapan awal bulan Qamariah, khususnya Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, seperti yang terjadi di Indonesia saat ini. Adapun dasar hukumnya antara lain:a. Hadist muttafaq alaihi(diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim) yang berbunyi:
حدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ قَالَ أَبُو الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِينَ
Dari hadist diatas, jelas sekali bahwa Rasulullah SAW hanyalah menetapkan "melihat bulan" (rukyatul hilal) sebagai causa prima dari permulaan ibadah puasa dan permulaan Idul Fitri, dan bukan dengan sudah wujud tidaknya ataupun apalagi cara menghitungnya. Terbukti, dari penggalan kedua redaksi ucapan Rasulullah SAW di atas yang menyuruh menyempurnakan bulan Sya'ban sebanyak 30 hari apalagi tidak berhasil melihat walaupun secara perhitungan astronomis (hisab) mungkin sudah ada.
b. Kenyataan yang terjadi pada masa Rasulullah SAW, bahwa beliau memerintahkan puasa langsung setelah datang kepada beliau persaksian seorang muslim tanpa menanyakan asal si saksi, apakah dia melihatnya di daerah mathla' yang sama dengan beliau atau berjauhan. Sebagaimana dalam hadits:
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي رَأَيْتُ الْهِلَالَ قَالَ الْحَسَنُ فِي حَدِيثِهِ يَعْنِي رَمَضَانَ فَقَالَ أَتَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ أَتَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ قَالَ نَعَمْ قَالَ يَا بِلَالُ أَذِّنْ فِي النَّاسِ فَلْيَصُومُوا غَدًا
c.Dalam kitab Fathul Qodir fiqh madzhab Hanafi pada jilid ke 4 hal 291 dijelaskan:
وَإِذَا ثَبَتَ فِي مِصْرَ لَزِمَ سَائِرَ النَّاسِ فَيَلْزَمُ أَهْلَ الْمَشْرِقِ بِرُؤْيَةِ أَهْلِ الْمَغْرِبِ فِي ظَاهِرِ الْمَذْهَبِ
Dalam ta'bir di atas telah dijelaskan bahwa wajib hukumnya bagi umat Islam yang tinggal di daerah Timur untuk mengikuti ketetapan ru'yah yang telah diambil oleh kaum muslimin di wilayah Barat. Dan sebaliknya, apabila mereka yang tinggal di wilayah Timur terlebih dahulu telah melihat dan menetapkannya, maka kewajibannya lebih utama karena secara otomatis umat Islam bagian Timur terlebih dahulu melihat hilal dari pada mereka yang tinggal di Barat.
d. Dalam kita Furu' Milik ibn Muflih fiqh madzhab Hambali juz 4 hal 426 disebutkan:
َإِنْ ثَبَتَتْ رُؤْيَتُهُ بِمَكَانٍ قَرِيبٍ أَوْ بَعِيدٍ لَزِمَ جَمِيعَ الْبِلَادِ الصَّوْمُ ، وَحُكْمُ مَنْ لَمْ يَرَهُ كَمَنْ رَآهُ وَلَوْ اخْتَلَفَتْ الْمَطَالِعُ
"Apabila bulan telah terlihat dalam suatu tempat, baik jaraknya dekat atau jauh dari wilayah lain, maka wajib seluruh wilayah untuk berpuasa mengikuti ru'yah wilayah tersebut. Hukum ini juga berlaku bagi mereka yang tidak melihatnya sepertihalnya mereka yang melihatnya secara langsung, dan perbedaan wilayah terbit bukanlah penghalang dalam penerapan hukum ini"
e. Dalam kita Mawahib Jalil fi Syarh Mukhtashor Syaikh Kholil juz 6 hal 396 dijelaskan:
أَمَّا سَبَبُهُ أَيْ الصَّوْمِ فَاثْنَانِ الْأَوَّلُ : رُؤْيَةُ الْهِلَالِ وَتَحْصُلُ بِالْخَبَرِ الْمُنْتَشِرِ
Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa penetapan bulan Ramadhan hanya ditetapkan dengan terlihatnya bulan tanpa disebutkan adanya syarat-syarat lain untuk diterimanya rukyah ini, yaitu diantaranya tanpa dengan menyebutkan ketentuan perbedaan terbitnya bulan pada wilayah yang berjauhan (ikhtilaf matholi').
f. Bughyatul Mustarsyidin
لاَ يَثْبُتُ رَمَضَانُ كَغَيْرِهِ مِنَ الشُّهُوْرِ إِلاَّ بِرُؤْيَةِ الْهِلاَلِ أَوْ إِكْمَالِ الْعِدَّةِ ثَلاَثِيْنَ بِلاَ فَارِقٍ
g. Al-‘Ilm al-Manshur fi Itsbat al-Syuhur
قَالَ سَنَدُ الْمَالِكِيَّةِ لَوْ كَانَ اْلإِمَامُ يَرَى الْحِسَابَ فِي الْهِلاَلِ فَأَثْبَتَ بِهِ لَمْ يُتْبَعْ لإِجْمَاعِ السَّلَفِ عَلَى خِلاَفِهِ
21 July 2013
BAHAYA WAHABI
Ahad, 21/07/2013 01:01
Jakarta, NU Online
Satu digit lagi, kader-kader wahabi menjadi teroris. Nilai-nilai wahabi memberikan udara segar bagi tumbuhnya bibit terorisme. Nilai itu memberikan ruang lebar bagi perpecahan sesama muslim dan sesama manusia.
Demikian dikatakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj yang akrab disapa Kang Said dalam sambutan pembukaan Pelatihan Aswaja dan Empat Pilar di Kantor PBNU, jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Jum‘at (19/20) sore.
“Wahabi memang bukan teroris. Namun, ajarannya sangat dekat dengan kekerasan,” kata Kang Said di hadapan sedikitnya seratus peserta pelatihan.
Ajaran wahabi, menurut Kang Said, tidak ramah manusia. Hal ini dapat dibuktikan dengan membawa masalah perbedaan sikap beragama pada masalah teologis. Mereka mengklaim kebenaran hanya milik kelompok sendiri dalam segala hal.
Mereka, lanjut Kang Said, memaksakan kebenaran kepada kelompok lain. Mereka mewujudkan paksaan tergantung pada kesempatan dan kenekatan.
Kalau ada kesempatan, kenekatan, dan fasilitas lain seperti senjata, maka mereka akan bergerak memaksakan kehendak, tutup Kang Said.
Pelatihan diikuti oleh kader lima cabang Muslimat NU di Jakarta yang terhimpun dalam Himpunan Daiyah Muslimat NU (Hidmat NU) dan kader Lembaga Dakwah NU (LDNU) se-Jabodetabek.
Penulis: Ahafiz Kurniawan