• Gedung NU

    Pembangunan Gedung NU Ranting Kalilangkap direalisasikan.

  • MUSRAN NU Kalilangkap 2018

    Musyawarah Ranting ( Musran ) Nahdlatul Ulama Desa Kalilangkap untuk kepengurusan ranting NU masa khidmat 2018-2023 telah laksanakan hari ini Rabu tanggal 27 syawal 1439 H / 11 Juli 2018 H. bertempat di Gedung Lantai 2 SMP Ma’arif NU 01 Bumiayu.

  • BINTEK KARTANU

    Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Brebes mengadakan Bintek dan melaunching Sistem Informasi Strategis Nahdlatu Ulama (Sisnu) sekaligus Kartu Anggota Nahdlatul Ulama (KARTANU) wilayah Brebes Selatan.

  • Kajian Rutin Malam Kamis

    Kegiatan kajian rutin kitab kuning, kitab Riyadusholihin pengurus ranting NU Kalilangkap

  • Slide5

    Maulid Nabi 2017

  • Slide6

    Pengurus Muslimat dan fatayat NU Kalilangkap

  • Slide 7

    Khitanan Massal ranting NU Kalilangkap 2017

  • Slide 8

    Pembangunan Gedung NU ranting NU Kalilangkap

  • Slide 9

    Maulid Nabi tahun 2019

  • Slide 10

    Peletakan batu pertama pembangunan gedung NU

  • Maulid Nabi Muhammad Saw dan Khitanan Massal 2015

    Pengajian Maulid nabi Muhammad SAW dan Khitanan Massal pada hari kamis 25 Desember 2015, oleh Ranting NU, Muslimat NU, Fatayat NUdan GP Ansor berlangsung di KAR Legok.

Assalamualaikum Wr.Wb.

SELAMAT ATAS MUSRAN NU KALILANGKAP MASA KHIDMAT 2023-2028.....MEDIA INFORMASI DAN DOKUMENTASI KEGIATAN RANTING NU DAN BADAN OTONOM RANTING KALILANGKAP

30 May 2020

SHOLAT HADIAH KUBUR:SOLAT HADIAH ( UNTUK MAYIT) DI QUBUR

FASOLATAN: SOLAT HADIAH ( UNTUK MAYIT) DI QUBUR

Ulama Syafi'iyah menganjurkan shalat unsi atau shalat hadiah yang pahalanya ditujukan untuk orang-orang yang sudah wafat. Tetapi shalat sunnah dua rakaat ini lebih baik dikerjakan ketika jenazah baru saja dikebumikan karena dapat meringankan beban jenazah di alam kuburnya. Berikut ini adalah lafal niat shalat hadiah:

أُصَلِّيْ سُنَّةَ الهَدِيَّةِ رَكْعَتَيْنِ لِلهِ تَعَالَى

Ushalli sunnatal hadiyyati rak‘ataini lillāhi ta‘ālā. Artinya, “Aku menyengaja sembahyang sunnah hadiah dua rakaat karena Allah SWT,” (Lihat Perukunan Melayu, ikhtisar dari karya Syekh M Arsyad Banjar, [Jakarta, Al-Aidarus: tanpa tahun], halaman 21). Syekh M Nawawi Banten dalam Kitab Nihayatuz Zain membawa sebuah riwayat perihal tata cara shalat hadiah:

 

 روي عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال لا يأتى على الميت أشد من الليلة الأولى, فارحموا بالصدقة من يموت. فمن لم يجد فليصل ركعتين يقرأ فيهما: أي في كل ركعة منهما فاتحة الكتاب مرة, وآية الكرسى مرة, وألهاكم التكاثر مرةوقل هو الله أحد عشر مرات, ويقول بعد السلام: اللهم إني صليت هذه الصلاة وتعلم ما أريد, اللهم ابعث ثوابها إلى قبر فلان بن فلان فيبعث الله من ساعته إلى قبره ألف ملك مع كل ملك نور وهدية يؤنسونه إلى يوم ينفخ فى الصور

 

Diriwayatkan dari Rasulullah, Ia bersabda, “Tiada beban siksa yang lebih keras dari malam pertama kematiannya. Karenanya, kasihanilah mayit itu dengan bersedekah. Siapa yang tidak mampu bersedekah, maka hendaklah sembahyang dua raka‘at. Di setiap raka‘at, ia membaca surat Al-Fatihah 1 kali, Ayat Kursi 1 kali, surat Attaktsur 1 kali, dan surat Al-ikhlash 11 kali. Setelah salam, ia berdoa, ‘Allahumma inni shallaitu hadzihis shalata wa ta‘lamu ma urid. Allahummab ‘ats tsawabaha ila qabri fulan ibni fulan (sebut nama mayit yang kita maksud),’ Tuhanku, aku telah lakukan sembahyang ini. Kau pun mengerti maksudku. Tuhanku, sampaikanlah pahala sembahyangku ini ke kubur (sebut nama mayit yang dimaksud), niscaya Allah sejak saat itu mengirim 1000 malaikat. Tiap malaikat membawakan cahaya dan hadiah yang kan menghibur mayit sampai hari Kiamat tiba.” [Syekh Nawawi Albantani, Nihayatuz Zain, [Bandung, Al-Maarif], halaman 107). Pahala shalat sunnah hadiah ini juga dapat mengalir kepada mereka yang mengamalkannya seperti keterangan sebuah hadits berikut ini:

 أن فاعل ذلك له ثواب جسيم, منه أنه لا يخرج من الدنيا حتى يرى مكانه فى الجنة.

“Siapa saja yang melakukan sedekah atau sembahyang itu, akan mendapat pahala yang besar. Di antaranya, ia takkan meninggalkan dunia sampai melihat tempatnya di surga kelak.” Wallahu a‘lam. (Alhafiz K)

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/99526/ini-lafal-niat-shalat-unsi-atau-shalat-hadiah-untuk-jenazah

Adapun dalam keterangan lain tentng tata cara sholat hadiah ini adalah seperti dalam gambar ini.




Share:

19 May 2020

PEDOMAN RUKYAT NAHDLATUL ULAMA

Penentuan Awal Bulan Syawal dalam Perspektif NU




Penentuan Awal Bulan Syawal dalam Perspektif NUSahabat dunia islam, judul di atas mengisyaratkan adanya keragaman pandangan tentang sistem penentuan awal bulan qamariyah.

Semula umat Islam hanya mengenal sistem rukyat  sebagai dasar penentuan awal bulan qamariyah khususnya awal penentuan bulan Ramadlan, penentuan awal bulan Syawal, dan Dzulhijjah sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Ketika ilmu hisab masuk dalam kalangan umat Islam pada abad 8 Masehi di masa Dinasti Abasiyah, maka mulai berkembang pemikiran untuk menggunakan hisab bagi penentuan awal bulan qamariyah. Dari dua sistem tersebut lahirlah perbedaan antara hisab dengan rukyat, perbedaan di dalam rukyat, dan perbedaan di dalam hisab.

Sistem rukyat melahirkan berberapa pendapat:

1. Pendapat yang mendasarkan pada ruang lingkup berlakunya rukyat, maka timbullah istilah: rukyat      lokal, rukyat nasional, dan rukyat global.

2. Pendapat yang mendasarkan pada ada atau tidak adanya persinggungan dengan hisab, maka timbullah: pendapat yang mendasarkan pada rukyat minus dukungan hisab dan pendapat yang mendasarkan pada rukyat plus dukungan hisab.

Sistem hisab melahirkan beberapa pendapat:

1. Pendapat yang mendasarkan pada adanya perbedaan metode hisab, yaitu:

a. Metode Hisab Urfi.

b. Metode Hisab Haqiqi Taqribi (disingkat Taqribi).

c. Metode Hisab Haqiqi Tahqiqi (disingkat Tahqiqi).

d. Metode Hisab Tadqiqi/’Ashri atau Kontemporer.

2. Pendapat yang mendasarkan pada kriteria awal bulan:

a. Pendapat yang mendasarkan pada Waktu Ijtima’.

b. Pendapat yang mendasarkan pada Wujudul Hilal.

c. Pendapat yang mendasarkan pada Imkanur Rukyat.

Meskipun terdapat keragaman, tetapi di dalam sejarah sejak zaman Sahabat hingga sekarang ternyata para khalifah, sultan, ulil amri menggunakan sistem rukyat sebagai dasar itsbat awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Sesuai dengan judul di atas, maka dalam makalah ini akan dibahas pandangan NU tentang penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah.

NU (Nahdlatul Ulama) adalah Jam’iyah Diniyah Islamiyah (Organisasi Sosial Keagamaan Islam) yang berhaluan Ahlussunnah wal Jama’ah, yang menjunjung tinggi dan mengikuti ajaran Rasulullah Muhammad SAW serta tuntunan para sahabat dan hasil ijtihad para ulama madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali).

Sebagai sebuah Jam’iyah Diniyah Islamiyah, sesuai dengan tujuan keberadaannya, NU berkewajiban untuk senantiasa mengamalkan, mengembangkan, dan menjaga kemurnian ajaran agama Islam yang diyakininya, termasuk di dalamnya adalah penentuan awal bulan qamariyah khususnya yang ada hubungannya dengan ibadah, yakni bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah.

Sikap NU tentang sistem penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah diambil melalui keputusan Muktamar NU XXVII di Situbondo (1984), Munas Alim Ulama di Cilacap (1987), Seminar Lajnah Falakiyah NU di Pelabuhan Ratu Sukabumi (1992), Seminar Penyerasian Metode Hisab dan Rukyat di Jakarta (1993), dan Rapat Pleno VI PBNU di Jakarta (1993), yang akhirnya tertuang dalam Keputusan PBNU No. 311/A.II.04.d/1994 tertanggal 1 Sya’ban 1414 H/13 Januari 1994 M, dan Muktamar NU XXX di Lirboyo Kediri (1999).

Keputusan PBNU tersebut telah dibukukan dengan judul “PEDOMAN RUKYAT DAN HISAB NAHDLATUL ULAMA”.

Menurut NU, penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah didasarkan pada sistem rukyat sedang hisab sebagai pendukung.

Rukyat adalah melihat dan mengamati hilal secara langsung di lapangan pada hari ke 29 (malam ke 30) dari bulan yang sedang berjalan; apabila ketika itu hilal dapat terlihat, maka pada malam itu dimulai tanggal 1 bagi bulan baru atas dasar rukyatulhailal; tetapi apabila tidak berhasil melihat hilal, maka malam itu tanggal 30 bulan yang sedang berjalan dan kemudian malam berikutnya dimulai tanggal 1 bagi bulan baru atas dasar istikmal.

Pandangan NU tentang rukyat sebagai dasar penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah didasarkan atas pemahaman, bahwa nash-nash tentang rukyat itu bersifat ta’abbudiy. Ada nash al-Quran yang dapat dipahami sebagai perintah rukyat, yaitu QS. al-Baqarah:185 (perintah berpuasa bagi yang hadir di bulan Ramadhan) dan QS. al-Baqarah:189 (tentang penciptaan ahillah). Dan tidak kurang dari 23 hadits tentang rukyat, yaitu hadits-hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, Imam Malik, Ahmad bin Hambal, ad-Darimi, Ibnu Hibban, al-Hakim, ad-Daruquthni, al-Baihaqi, dan lain-lain . Dasar rukyat ini dipegangi oleh para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ittabi’in dan empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali).

Rukyat atau pengamatan hilal akan menambah kekuatan iman. Pengamatan terhadap benda-benda langit termasuk bulan adalah bagian dari melaksanakan perintah untuk memikirkan ciptaan Allah agar lebih dalam mengetahui kemahabesaran Allah, sehingga memperkuat iman.

Rukyat mempunyai nilai ibadah jika digunakan untuk penentuan waktu ibadah seperti shiyam, ‘id, gerhana, dan lain-lain.

Rukyat adalah ilmiah. Rukyat atau pengamatan/penelitian/observasi terhadap benda-benda langit melahirkan ilmu hisab. Tanpa rukyat tidak akan ada ilmu hisab.

Sebagai konsekwensi dari prinsip ta’abbudiy, NU tetap menyelenggarakan rukyatul hilal bil fi’li di lapangan, betapa pun menurut hisab hilal masih di bawah ufuk atau di atas ufuk tapi ghairu imkanir rukyat yang menurut pengalaman, hilal tidak akan kelihatan. Hal demikian ini dilakukan agar pengambilan keputusan istikmal itu tetap didasarkan pada sistem rukyat di lapangan yang tidak berhasil melihat hilal, bukan atas dasar hisab.

Rukyat yang diterima sebagai dasar adalah hasil rukyat di Indonesia (bukan rukyat global) dengan wawasan satu wilayah hukum NKRI. Sehingga apabila salah satu tempat di Indonesia dapat menyaksikan hilal, maka hasil rukyat demikian ini menjadi dasar itsbatul aam yang berlaku bagi umat Islam di seluruh Indonesia.

Rukyat yang dikehendaki oleh NU adalah rukyat yang berkualitas didasarkan atas:

1. Pemahaman terhadap hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari salah seorang sahabat Rasulullah SAW., Rib’i bin Hirasy, yang di dalamnya terdapat ungkapan: (Demi Allah, bahwa sesungguhnya hilal telah tampak.)

Kata sumpah, kata sungguh, dan kata tampak dalam hadits itu mengisyaratkan, bahwa rukyatul hilal itu benar-benar terjadi dan meyakinkan, sehingga Rasulullah SAW. menerima laporan itu. Hal ini dapat dipahami, bahwa Rasulullah SAW. menerima laporan itu karena rukyat itu berkualitas.

 2. Pemahaman terhadap qaul Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Kitab Tuhfatul Muhtaj jilid III halaman 382, yang artinya:

 

“Yang dituju dari padanya ialah bahwa hisab itu apabila para ahlinya sepakat bahwa dalil-dalilnya qath’i (pasti) dan orang-orang yang memberitakan (mengumumkan) hisab tersebut mencapai jumlah mutawatir, maka persaksian rukyat itu ditolak. Jika tidak demikian, maka tidak ditolak.”

 

Qaul ini dalam konteks laporan hasil rukyat yang ditolak jika para ahli hisab yang mencapai jumlah mutawatir sepakat, bahwa saat itu hilal ghairu imkanir rukyatsecara hisab. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa Ibnu Hajar al-Haitami menghendaki adanya rukyat yang berkualitas.

Untuk mewujudkan rukyat yang berkualitas, maka NU menggunakan ilmu hisab dan menerima kriteria imkanur rukyat sebagai pendukung proses pelaksanaan rukyat.

Hisab sebagai pendukung rukyat. Bukan sebagai dasar penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah karena ia sebagai ilmu yang dihasilkan oleh rukyat.

 Ilmu hisab / ilmu falak adalah ilmu pengetahuan yang membahas posisi dan lintasan benda-benda langit, tentang matahari, bulan, dan bumi dari segi perhitungan ruang dan waktu. Ilmu Hisab sebagai ilmu yang termasuk dalam kelompok ilmu pengetahuan alam, maka berlaku ketentuan-ketentuan ilmu itu; artinya dapat berkembang terus menerus sejalan dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan modern. Pengamatan atau penelitian/observasi (rukyat) terhadap benda-benda langit terus menerus dilakukan oleh para ahlinya, sehingga berkembang pula ilmu hisab yang semakin tinggi tingkat akurasinya.

Dewasa ini di kalangan Umat Islam berkembang lebih dari 20 metode hisab (kitab hisab) yang dapat dibagi dalam 3 kelompok, yaitu: metode haqiqi Taqribi (disingkat taqribi), metode haqiqi tahqiqi (disingkat tahqiqi), dan metode Tadqiqi/’Ashri atau kontemporer.

Untuk mendukung proses pelaksanaan rukyat, maka NU memilih metode yang tingkat akurasinya tinggi agar memperoleh hasil yang berkualitas. Dalam konteks ini, NU pun menerima kriteria imkanur rukyat.

Kriteria imkanur rukyat hanyalah sebagai instrumen untuk menolak laporan adanya rukyatul hilal, sedangkan para ahli hisab telah bersepakat, bahwa hilal masih di bawah ufuq atau di atas ufuq tapi ghairu imkanir rukyat. Jadi kriteria imkanur rukyat tidak digunakan untuk menentukan awal bulan qamariyah. Jelasnya apabila menurut hitungan hisab bahwa hilal sudah imkanur rukyat, tetapi kenyataan di lapangan hilal tidak berhasil dirukyat, maka penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah didasarkan atas dasar istikmal.

Jadi posisi ilmu hisab berikut kriteria imkanur rukyat bersifat ta’aqquliy sebagai sarana untuk mendukung proses penyelenggaraan rukyat.

Proses pengambilan keputusan yang diterbitkan oleh PBNU sehubungan dengan hasil rukyat untuk menentukan awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah melalui 4 tahap:

1. Melakukan hisab awal bulan untuk membantu pelaksanaan rukyat dan untuk mengontrol keakurasian laporan hasil rukyat.

2. Menyelenggarakan rukyatul hilal bil fi’li di lokasi-lokasi strategis yang telah ditentukan di seluruh Indonesia.

3. Melaporkan hasil rukyat dalam sidang itsbat yang diselenggarakan oleh Menteri Agama.

4. Kemudian setelah ada itsbat dari pemerintah, maka PBNU mengeluarkan ikhbar sehubungan dengan itsbat tersebut untuk menjadi pedoman warga NU. Ikhbar PBNU dapat sejalan dengan itsbat pemerintah jika diterbitkan atas dasar rukyat. Jika itsbat tidak berdasarkan rukyat, maka PBNU berwenang untuk mengambil kebijakan lain.

 Jadi PBNU tidak dalam kapasitas mengitsbatkan hasil rukyat. Hak itsbat ada pada pemerintah. Hak ikhbar ada pada PBNU.

Dari hal-hal yang dipaparkan di muka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Penentuan awal bulan qamariyah khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah perspektif NU didasarkan atas rukyat, sedangkan hisab sebagai pendukung.

2. NU dalam memahami dan mengamalkan nash-nash al-Quran dan as-Sunah menggunakan asas ta’abbudiy dan dilengkapi dengan asas ta’aqquliy.

3. Sebagai konsekwensi dari penggunaan asas ta’abbudiy ini, maka menurut NU sistem penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah didasarkan pada pemberlakuan otentitas nash, yakni dengan cara rukyat atau istikmal sesuai dengan sunnah Nabi SAW serta tuntunan para sahabat dan hasil ijtihad para ulama madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali).

4. Sedangkan konsekwensi dari penggunaan asas ta’aqquliy untuk menyempurnakan ta’abbudiy, maka menurut NU rukyat itu perlu didukung dengan ilmu hisab yang tingkat akurasinya tinggi disertai dengan kriteria imkanur rukyat untuk mencapai hasil rukyat yang berkualitas.

5. Rukyat memiliki nilai keimanan, ibadah, dan pengembangan ilmu.

6. NU berwawasan nasional, 1 wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, dalam penentuan awal bulan qamariyah, khususnya awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah.

7. NU berpendapat, bahwa itsbat pemerintah suatu keniscayaan.

8. Ikhbar PBNU dikeluarkan sesudah terbitnya itsbat pemerintah.

9. Pandangan NU yang didasarkan pada prinsip rukyat nasional didukung hisab dengan menerima kriteria imkanur rukyat dan mengakui hak itsbat pemerintah diharapkan menjadi bahan perenungan menuju kesatuan dalam mengawali shiyam, hari raya ‘Idul Fitri, dan hari raya ‘Idul Adha.

 

Ahmad Ghazalie Masroeri

Ketua PP Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU)

Sumber : http://falakiyah.nu.or.id/PedomanRukyatNU.aspx


Share:

04 May 2020

PEMBAGIAN MASKER DAN TA'JIL RAMADHAN OLEH MWC NU BUMIAYU_2020

Berlansgsung pada sore hari Ahad tanggal 10 Ramadhan 1441 H atau 3 Mei 2020, MWCNU Bumiayu membagikan seribu masker dan ta'jil untuk masyarakat Bumiayu terutama para pengendara bermotor yang melewati jalan pasar hewan, didepan Gedung MWC NU Bumiayu. Kegiatan tersebut diselenggarakan oleh MWC NU Bumiayu yang didukung oleh Banom seperti Fatayat, GP Ansor, IPNU,IPPNU, Muslimat dan para Kader NU dalam waktu sekitar setengah jam terbagi habis sekitar 500 masker dan ta'jil berbuka puasa.  H. Taufiq Tohari SH, selaku ketua MWCNU bumiayu langsung memimpin kegiatan sosial tersebut.







 





















Share:

Majalah AULA

SIPNU

Blog Archive