BULAN RAJAB, BULAN ISTIMEWA
Khutbah I
الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ
فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ
يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ
الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا
اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ
فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: إِنَّ عِدَّةَ
الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ
خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Dalam kesempatan di hari
yang penuh barokah ini, marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita
kepada Allah Swt. Yakni dengan berusaha menjalankan semua perintah Allah dan
berusaha menjauhi semua laranganNya.
Tak terasa kita sudah kembali memasuki bulan Rajab. Entah karena
kesibukan dengan berbagai aktifitas
duniawi yang digeluti, perjalanan hidup serasa semakin cepat. Seolah-olah, Tiba-tiba saja umur kita bertambah. Tiba-tiba saja kita menapaki
kembali bulan Rajab. Tiba-tiba saja kita,
sebentar lagi, akan menghadapi bulan Sya’ban lalu bulan suci Ramadlan. Sejatinya,
tidak ada istilah “tiba-tiba”, karena waktu berjalan linier seperti lazimnya,
kecuali timbul dari perasaan pribadi lantaran sikap abai alias tidak peduli.
Bulan Rajab adalah bulan
istimewa. Dalam kitab I‘anatut Thalibin dijelaskan bahwa “Rajab" merupakan
derivasi dari kata “tarjib” yang berarti mengagungkan atau memuliakan.
Masyarakat Arab zaman dahulu memuliakan Rajab melebihi bulan lainnya. Rajab
biasa juga disebut “Al-Ashabb” (الأصب)
yang berarti “yang mengucur” atau menetes”. Dijuluki demikian karena derasnya
tetesan kebaikan pada bulan ini.
Bulan Rajab bisa juga dikenal
dengan sebutan “Al-Ashamm” (الأصم) atau “yang tuli”,
karena tidak terdengar gemerincing senjata pasukan perang pada bulan ini.
Julukan lain untuk bulan Rajab adalah “Rajam” (رجم)
yang berarti melempar. Dinamakan demikian karena musuh dan setan-setan pada
bulan ini dikutuk dan dilempari sehingga mereka tidak jadi menyakiti para wali Alloh dan orang-orang saleh.
Allah memasukkan bulan Rajab sebagai salah satu bulan haram alias
bulan yang dimuliakan.
إِنَّ
عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ
يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
"Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan,
(sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi,
diantaranya ada empat bulan haram. (QS. At-Taubah:36)
Bulan haram adalah empat bulan
mulia di luar Ramadlan, yakni Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Disebut “bulan haram” (الأشهر الحرم) karena pada bulan-bulan tersebut umat
Islam dilarang mengadakan peperangan.
Memang beberapa hadits dla’if,
bahkan palsu, yang menjelaskan secara eksplisit tentang gambaran pahala
amalan-amalan tertentu pada bulan Rajab. Namun demikian, bukan berarti tidak
ada keutamaan menjalankan ibadah, misalnya puasa, dalam bulan Rajab. Justru
puasa menjadi istimewa karena dilakukan pada bulan istimewa. Hanya saja,
seberapa besar pahala yang akan didapat, Allahu a’lam. Hanya Allah yang tahu.
Tugas hamba adalah menghamba kepada Allah dan seyogianya tak terikat dengan
pamrih apa saja.
Dalam
hadits riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad dikatakan:
صُمْ مِنَ الْحُرُمِ
“Berpuasalah
pada bulan-bulan haram.”
Imam Al-Ghazali dalam Ihya’
Ulumid-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi kian bernilai bila
dilakukan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini
dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan, dan tiap minggu. Terkait siklus
bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab masuk dalam kategori al-asyhur
al-fadhilah di samping Dzulhijjah, Muharram dan Sya’ban. Rajab juga terkategori
al-asyhur al-hurum di samping Dzulqa’dah,
Dzul Hijjah, dan Muharram.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Keistimewaan bulan Rajab juga terletak pada peristiwa
ajaib isra’ dan mi’raj Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam. Peristiwa
tersebut terjadi pada bulan Rajab tahun 10 kenabian (620 M). Itulah momen
perjalanan Rasulullah dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha lalu menuju ke
sidratul muntaha yang ditempuh hanya semalam. Allah berfirman dalam surat al-Isra ayat 1:
سُبْحَٰنَ ٱلَّذِىٓ أَسْرَىٰ
بِعَبْدِهِۦ لَيْلًۭا مِّنَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ إِلَى ٱلْمَسْجِدِ ٱلْأَقْصَا
ٱلَّذِى بَٰرَكْنَا حَوْلَهُۥ لِنُرِيَهُۥ مِنْ ءَايَٰتِنَآ ۚ إِنَّهُۥ هُوَ
ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ
Artinya”
Maha Suci Allah, yang telah
memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil haram ke Al Masjidil
aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.
Dari peristiwa isra’ dan mi’raj nabi Muhammad Saw ini, umat Islam menerima
perintah shalat lima waktu. Begitu agungnya peristiwa ini hingga ia diperingati
tiap tahun oleh kaum muslimin di berbagai belahan dunia.
Saat memasuki bulan Rajab, Rasulullah memberi contoh kita untuk
membaca:
اللَّهُمَّ
بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
“Ya Allah, berkahilah kami pada
bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadlan.”
Oleh
karena itu, marilah kita berusaha untuk tidak menyia-nyiakan bulan yang agung ini. Dari berbagai
keterangan yang disebutkan tadi, sangat jelas bahwa bulan Rajab memiliki
keutamaan lebih di atas bulan-bulan pada umumnya. Bulan ini menjadi momen untuk meningkatkan kualitas diri kita, baik tentang kedekatan kita kepada Allah
(taqarrub ilallâh), dengan mendirikan
salat lima waktu dan ibdah lainnya, serta
diiringi dengan perbuatan baik ('amal shâlih) kita kepada
sesama. Belum tentu tahun berikutnya kita akan berjumpa dengan kesempatan
merasakan kembali bulan Rajab. Saatnya menyisihkan fokus kita kepada bulan
mulia ini di tengah kesibukan duniawi kita yang melengahkan. Wallahu a’lam.
0 comments:
Post a Comment