Musibah di Cimindi
Tanggal 19 April 1953 merupakan hari berkabung. Waktu itu, hari Sabtu tanggal 18 April, KH. Abdul Wahid Hasyim bermaksud pergi ke Sumedang untuk menghadiri rapat NU. Berkendaraan mobil Chevrolet miliknya, Abdul Wahid Hasyim ditemani seorang sopir dari Harian Pemandangan, Argo Sutjipto, Tata Usaha Majalah Gema Muslimin, dan putra sulungnya, Abdurrahman Ad-Dakhil. Abdul Wahid Hasyim duduk di jol belakang bersama Argo Sutjipto.
Tanggal 19 April 1953 merupakan hari berkabung. Waktu itu, hari Sabtu tanggal 18 April, KH. Abdul Wahid Hasyim bermaksud pergi ke Sumedang untuk menghadiri rapat NU. Berkendaraan mobil Chevrolet miliknya, Abdul Wahid Hasyim ditemani seorang sopir dari Harian Pemandangan, Argo Sutjipto, Tata Usaha Majalah Gema Muslimin, dan putra sulungnya, Abdurrahman Ad-Dakhil. Abdul Wahid Hasyim duduk di jol belakang bersama Argo Sutjipto.
Daerah di sekitar Cimahi dan Bandung waktu itu diguyur hujan dan jalan menjadi licin. Pada waktu itu lalu lintas di jalan Cimindi, sebuah daerah antara Cimahi-Bandung, cukup ramai. Sekitar jam 13.00, ketika memasuki Cimindi, mobil yang ditumpangi Abdul Wahid Hasyim selip dan sopirnya tidak bisa menguasai kendaraan. Di belakang Chevrolet naas itu banyak iring-iringan mobil. Sedangkan dari arah depan, sebuah truk yang melaju kencang terpaksa berhenti begitu melihat ada mobil zig-zag karena selip dari arah berlawanan. Karena mobil Chevrolet itu melaju cukup kencang, bagian belakangnya membentur badan truk dengan kerasnya. Ketika terjadi benturan itu KH Abdul Wahid Hasyim dan Argo Sutjipto terlempar ke bawah truk yang sudah berhenti itu. Keduanya luka parah. KH. Abdul Wahid Hasyim terluka bagian kening dan mata serta pipi dan bagian lehernya. Sedangkan sopir dan Abdurrahman tidak cedera sedikit pun. Mobilnya hanya rusak bagian belakang dan masih bisa berjalan seperti semula.
Lokasi terjadinya kecelakaan ini memang agak jauh dari kota. Karena itu usaha pertolongan datangnya sangat terlambat. Baru pada pukul 16.00 datang mobil ambulance untuk mengangkut korban ke Rumah Sakit Boromeus di Bandung.
Sejak mengalami kecelakaan, kedua korban terus tidak sadarkan diri. Pada pukul 10.30 hari Ahad, 19 April 1953, KH. Abdul Wahid Hasyim dipanggil ke hadirat Allah SWT dalam usia 39 tahun. Beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 18.00, Argo Sutjipto menyusul menghadap Sang Khalik.
Musibah ini tentu aja sangat mengejutkan masyarakat. Jenazahnya diangkut ambulance ke Jakarta dan setelah disemayamkan sejenak, lalu diterbangkan ke Surabaya. Selajutnya dibawa ke Jombang untuk dimakamkan di Pesantren Tebuireng. Banyak yang menyesalkan kenapa kiai berusia muda dan merupakan tokoh nasional itu begitu cepat dipanggil menghadap Sang Khalik. Tetapi, itulah kehendak Tuhan.
Jika pada umumnya kematangan prestasi dan karier seseorang baru dimulai pada usia 40, KH. Wahid Hasyim justru telah merengkuhnya pada usia di bawah itu. Orang menilai kematian itu teramat cepat datangnya, secepat Wahid Hasyim meraih prestasi. Karena itu, melihat kepemimpinan dan prestasi yang diraih Wahid Hasyim dalam usia mudanya, sering muncul pengandaian dari masyarakat, “…seandainya KH. Wahid Hasyim dikaruniai usia yang lebih panjang, tidak mustahil…” Alfaatihah. (Habis) SUMBER: http://www.muktamarnu.com/sosok-dan-kiprah-kh-abdul-wahid-hasyim-7-habis.html
0 comments:
Post a Comment